Senin, 12 Januari 2015

Penerapan Ilmu Ergonomi di Kabupaten Tangerang



Assalamualaikum wr.wb
Berhubung saya mendapat tugas untuk membuat artikel tentang penerapan ilmu ergonomi di daerah masing, saya akan memulai dari rumah saya terlebih dahulu. Dari meja makan yang ada di rumah saya, sudah menerapkan ilmu ergonomi dimana tinggi yang ada memenuhi syarat yaitu menggunakan persentil 50%. Untuk ketinggiannya baik, jadi  yang memiliki tinggi maksimum maupun minimum dapat menggunakannya. Saat menaruh makanan tidak harus menjinjit atau menunduk. Lebar yang digunakan juga cukup sehingga yang memiliki panjang tangan minimum tidak mengalami kesulitan ketika harus menaruh makanan pada meja yang berada di dekat dinding. Panjang meja juga sangat pas untuk menaruh makanan, jadi makanan yang ditaruh bisa banyak. Ukuran kursi yang ada di sekitar meja makan juga sudah menerapkan ilmu ergonomi dengan benar, karena setiap anggota keluarga yang duduk di kursi tersebut mengalami kenyamanan, sekalipun yang mendudukinya memiliki tinggi badan yang cukup maksimum. Hanya saja posisi meja makan dan kursi-kursinya kurang tepat, sehingga meja makan ini tidak fungsional secara keseluruhan pada bagian-bagiannya.  

Bangku yang di letakkan di ruang keluarga ini memiliki ukuran yang sangat ideal karena anggota keluarga yang memiliki tinggi badan hampir maksimum juga dapat tidur di bangku tersebut secara telentang. Tinggi yang dimiliki bangku tidur tersebut juga sangat ideal sehingga semua anggota keluarga dapat merasakan kenyamanan saat menggunakan bangku tersebut sebagai tempat duduk saja. Kasur yang ada pada bangku tersebut juga sangat empuk dan nyaman, sehingga anggota keluarga yang tidur di bangku tersebut tidak akan mengalami nyeri pada tubuhnya ketika bangun dari tidurnya. Peletakkan bangku tersebut juga sudah pas, menghadap ke televisi, sehingga pengguna bisa rileks menonton televisi saat sedang tidur-tiduran di bangku tersebut.
Peletakkan skalar pada rumah ini memang tidak terlalu tinggi karena skalar biasanya digunakan untuk mengecas dan menyalakan setrika. Saat mengecas agar lebih aman memang di letakkan di atas meja yang juga memiliki ketinggian yang rendah. Menyetrika di rumah ini tanpa menggunakan meja, jadi hanya menggunakan alas setrika yang di letakkan di lantai, sehingga untuk memudahkan ketika harus mencolokkan kabel setrika ke saklar maka saklar di letakkan di bawah. Mengingat bahwa kabel saklar dan kabel charge yang tidak panjang, maka sangat tepat jika skalar di letakkan di bagian bawah.
Posisi meja kompor di dapur memiliki ketinggian yang tepat, sehingga anggota keluarga yang memiliki tinggi badan maksimum tidak harus menunduk saat sedang melakukan kegiatan memasak. Bisa di lihat bahwa persentil yang digunakan adalah 95% karena anak kecil tidak dapat menggunakan kompor tersebut, hal ini menguntungkan karena dapat mengurangi resiko kecelakaan terhadap anak-anak akibat kompor tersebut. Begitu pula pada meja wastafel yang terletak di dekat  kompor tersebut. Posisi meja wastafel sengaja dibuat lebih tinggi dari meja kompor, jika meja kompor di buat sama dengan meja wastafel dapat dipastikan kompor juga akan lebih tinggi posisinya yang memungkinkan anggota keluarga akan mengalami kelalahan karena posisi tangan yang harus lebih tinggi dari wastafel. Misal jika kita hendak mencuci sayuran yang kemudian akan di masukkan kedalam penggorengan, dan kita melakukan kegiatan tersebut dalam kategori yang hampir sering kelelahan pada pekerja pasti terjadi karena posisi siku yang harus terus naik turun.
Gambar ini saya ambil di daerah Supermall Lippo Karawaci Tangerang. Terdapat display dilarang parkir di tempat ini, peletakkan display sudah bagus dan tepat. Warna yang digunakan pada tersebut adalah merah. Tujuan dari display ini pastinya mengurangi kemacetan akibat banyaknya pengendara yang mungkin akan parkir di pinggir jalan tersebut. Namun, pihak penertiban lalu lintas juga kurang memperhatikan apakah daerah itu benar-benar tidak ada yang memarkirkan kendaraannya. Sehingga masih ada yang memarkirkan kendaraannya di pinggir jalan tersebut.
Setelah diplay dilarang parkir, terdapat display petunjuk untuk pengguna sepeda. Display tersebut berwarna biru yang menunjukkan bahwa display tersebut berupa sebuah petunjuk. Pada display tersebut sudah tepat baik dalam posisinya, maupun cara penulisannya sehingga untuk memahami display tersebut dari jauh tidak sulit. Disamping display tersebut terdapat jalur yang berada di kiri jalan yang memang di khususkan untuk pengguna sepeda, namun kesalahannya adalah cat di jalanan yang menunjukkan khusus pengendara sepeda menggunakan jalur kiri tersebut sudah memudar dan hanya menyisakan bekas cat. Sehingga dapat dikatakan bahwa pengguna sepeda tidak akan merasakan kenyamanan saat berkendara karena tidak adanya petunjuk di jalan bahwa itu merupakan hak pengendara sepeda. Memang dibenarkan adanya petunjuk untuk menggunakan bahu jalan bagi pengendara sepeda, tetapi tidak ada cat untuk menandakan adanya bahu jalan pada bagian kiri jalan tersebut.
Kemudian terdapat display pemberhentian bis beserta dengan haltenya. Display tersebut menggunakan warna biru yang berarti menunjukkan bahwa adanya tempat pemberhentian bis kepada pengguna jalan sekitar. Hanya saja halte beserta display pemberhentian bis tersebut menjadi tidak berarti karena banyaknya orang yang tidak menggunakannya. Halte yang seharusnya menjadi tempat untuk menunggu bis, justru malah menjadi tempat pangkalan ojek. Setidaknya ini menunjukkan masih adanya orang yang tidak paham apa arti dari display tersebut. 

sekian analisa mengenai Penerapan Ilmu Ergonomi di daerah Kabupaten Tangerang. wassalamuaikum wr. wb

Senin, 02 Juni 2014

CUAP CUAP PRINCESS BADAI

Salam sejahteraa bagi kita semuaaaaaaaa ^^)/

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena dengan kekuatan dan izin Nya kami dapat membuat blog ini dengan penuh kebahagiaan dan suka cita.
Terimakasih kami ucapkan pula kepada semua pihak yang telah memberi kami semangat untuk menyelesaikan tugas ini khususnya kepada  Ibu Rida, Bunda yang senantiasa dengan sabar membimbing kami dalam pelajaran maupun kehidupan. Semoga Bunda selalu diberikan kesehatan Bundaaaaa (^_^). Dan juga untuk keluarga, sahabat  dan rekan rekan semaga selalu sukses jaya dalam mengarungi bahtera kehidupan ini.
Namun penulis juga menyadari masih banyaknya kekurangan dan kehilafan dalam penulisan, sehingga kami mengharapkan kritik yang membangun dari para pembaca agar blog dan materi yang kami sajikan agar senaniasa bermanfaat dan lebih menarik untuk dibaca ataupun diberi sumber rujukan.
Salam sukses dan suka citaaaa ^^)/

princessbadai -dhiana_ina-

Dhiana Pratiwi (1102134355)
Ina Melia (1102131264)
TI 37 06

KELONGGARAN DAN PENYESUAIAN


9.1 Penyesuaian
      9.1.1 Maksud melakukan penyesuaian
·         Andaikata ada ketidakwajaran, maka pengukur harus mengetahuinya dan menilai seberapa jauh hal itu terjadi. Penilaian perlu diadakan karena berdasarkan inilah penyesuaian dilakukan.
·         Bila pengukur berpendapat bahwa operator bekerja di atas normal (terlalu cepat) maka harga p-nya akan lebih besar dari satu (p > 1); sebaliknya jika operator dipandang bekerja dibawah normal maka harga p akan lebih kecil dari satu (p<1).
9.1.2 Konsep tentang bekerja wajar
·         Untuk memudahkan pemilihan konsep wajar, seorang pengukur dapat mempelajari cara-cara kerja seorang operator yang dianggap normal, yaitu : jika seorang operator yang dianggap berpengalaman, bekerja tanpa usaha-usaha yang berlebihan sepanjang hari kerja, menguasai cara kerja yang ditetapkan, dan menunjukkan kesungguhan dalam menjalankan pekerjaannya.
9.1.3 Beberapa cara menentukan faktor penyesuaian
·         Cara pertama adalah cara presentase yang merupakan cara yang paling awal digunakan dalam melakukan penyesuaian.
·         Penyesuaian dilakukan untuk mengantisipasi ketidakwajaran yang dapat terjadi, misalnya bekerja tanpa kesungguhan, sangat cepat atau menjumpai kesulitan-kesulitan karena kondisi ruangan yang sempit atau buruk. Untuk melakukan penyesuaian keterampilan dibagi menjadi enam kelas dengan ciri-ciri setiap kelas seperti berikut:

·         Sebagai contoh jika waktu siklus rata-rata sama dengan 124,6 detik dan waktu ini dicapai dengan keterampilan pekerja yang dinilai fair (E), usaha good (C2), kondisi excellent (B), dan konsistensi poor (F), maka tambahan terhadap p = 1 adalah :
  
Keterampilan   : Fair (E1)        = -0.05
Usaha              : Good (C2)     = +0.02
Kondisi           : Excellent (B) = +0.04
Konsistensi      : Poor (F)         = -0.04

Jumlah             :                           -0.03
Jadi p = (1-0.03) atau p = 0.97 sehingga waktu normalnya:
Wn = 124,6 × 0,97 = 120,9 detik

            9.2 Kelonggaran
·         Kelonggaran diberikan untuk tiga hal, yaitu untuk kebutuhan pribadi, menghilangkan rasa fatigue, dan hambatan-hambatan yang tidak dapat dihindarkan.
Tabel Penyesuaian :


        Tabel Kelonggaran :



PENGUKURAN WAKTU BAKU DENGAN MENGGUNAKAN JAM HENTI



8.1 Langkah-langkah sebelum melakukan pengukuran
Untuk mendapatkan hasil yang baik tidak cukup sekedar melakukan beberapa kali pengukuran. Faktor lain yang harus diperhatikan yaitu, kondisi kerja, cara pengukuran, jumlah pengukuran, dan lain-lain.
8.1.1 Penetapan Tujuan Pengukuran
·         Dalam pengukuran waktu, hal-hal penting yang harus diketahui dan ditetapkan adalah peruntukkan penggunaan hasil pengukuran, tingkat ketelitian, dan tingkat keyakinan dari hasil pengukuran tersebut.
8.1.2 Melakukan Penelitian Pendahuluan
·         Tujuan yang dicapai dari pengukuran waktu adalah memperoleh waktu yang pantas untuk diberikan kepada pekerja dalam menyelesaikan suatu pekerjaan.
·         Waktu kerja yang pantas hendaknya merupakan waktu kerja yang didapat dari kondisi kerja yang baik.
8.1.3 Memilih Operator
·         Yang di jadikan pengamatan harus yang memenuhi syarat (berkemampuan normal dan dapat diajak bekerja sama).
·         Orang yang pada saat pengukuran dilakukan mau bekerja secara wajar tanpa canggung walaupun dirinya sedang diukur dan pengukur berada didekatnya.
8.1.4 Melatih Operator
·         Kadang-kadang pelatihan masih diperlukan bagi operator tersebut terutama jika kondisi dan cara kerja yang dipakai tidaksama dengan yang biasa dijalankan operator.
·         Sebelum diukur, operator harus sudah terbiasa dengan kondisi dan cara kerja yang telah di tetapkan (dan telah dibakukan) itu.
8.1.5 Mengurai Pekerjaan atas Elemen Pekerjaan
·         Pekerjaan di pecah menjadi elemen pekerjaan, elemen-elemen inilah yang diukur waktunya. Waktu siklus adalah jumlah dari waktu setiap elemen ini.
·         Waktu siklus adalah waktu penyelesaian satu satuan produk sejak bahan baku mulai diproses ditempat kerja yang bersangkutan.
·         Namun, satu siklus tidak harus berarti waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan suatu produk sehingga menjadi barang jadi seperti yang sudah dicontohkan sebelumnya.
·         Alasan yang menyebabkan pentingnya melakukan penguraian pekerjaan atas elemen-elemennya, yaitu :
1.      Untuk menjelaskan catatan tentang tata cara kerja yang dibakukan.
2.      Untuk memungkinkan melakukan penyesuaian bagi setiap elemen karena keterampilan bekerjanya operator belum tentu sama untuk semua bagian dari gerakan-gerakan kerjanya.
3.      Melakukan pembagian kerja menjadi elemen-elemen pekerjaan adalah untuk memudahkan mengamati terjadinya elemen yang tidak baku yang mungkin saja dilakukan pekerja.
4.      Untuk memungkinkan dikembangkannya data waktu standar untuk tempat kerja yang bersangkutan.
8.1.6 Menyiapkan Perlengkapan pengukuran
Langkah terakhir sebelum melakukan pengukuran, yaitu menyiapkan perlengkapan pengukuran. Hal-hal tersebut adalah :
o   Jam henti
o   Lembaran-lembaran pengamatan
o   Pena atau pensil
o   Papan pengamatan

8.2 Melakukan pengukuran waktu
·         Hal yang pertama dilakukan adalah pengukuran pendahuluan. Tujuan melakukan hal ini ialah agar nantinya mendapatkan perkiraan statistikal dari banyaknya pengukuran yang harus dilakukan untuk tingkat-tingkat ketelitian dan keyakinan yang diinginkan.
·         Setelah pengukuran pertama dijalankan, lakukan tahap-tahap kegiatan menguji keseragaman data dan menghitung jumlah pengukuran yang harus dilakukan.
·         Bila jumlah pengukuran yang dilakukan belum mencukupi, dilanjutkan dengan pengukuran tambahan.
·         Contoh pengukuran pendahuluan tahap pertama telah dilakukan menghasilkan 16 data yang diperlihatkan pada tabel berikut ini.
Pengukuran ke
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
waktu
14
10
12
15
17
18
15
16
11
9
14
16
10
18
14
15

            Pemrosesan hasil pengukuran diatas dilakukan dengan langkah-langkah berikut ini.




Hasil N’ lebih besar dari N, maka disimpulkan bahwa pengukuran data belum cukup, masih diperlukan (64,19 - 16) atau 49 kali pengukuran lagi (dibulatkan).
Dengan demikian harus dilakukan pengukuran tahap kedua.

            8.3 Tingkat ketelitian, tingkat keyakinan, dan pengujian keseragaman data
                        8.3.1 Tingkat ketelitian dan tingkat keyakinan
·         Tingkat ketelitian menunjukkan penyimpangan maksimum hasil pengukuran dari waktu penyelesaian sebenarnya. Dinyatakan dalam persen
·         Tingkat keyakinan menunjukkan besarnya keyakinan pengukur bahwa hasil yang diperoleh memenuhi syarat ketelitian tadi. Dinyatakan dalam persen.
8.3.2 Pengujian keseragaman data
·         Data dikatakan seragam, apabila subgrup berada di dalam batas kontrol harga BKA dan BKB.
8.4 Melakukan perhitungan waktu baku
·         Jika pengukuran-pengukuran telah selesai, yaitu semua data yang didapat memiliki keseragaman yang di kehendaki, dan jumlahnya telah memenuhi tingkat-tingkat ketelitian dan keyakinan yangdiinginkan, maka selesailah kegiatan pengukuran waktu.
·         Langkah selanjutnya adalah mengukur waktu baku. Cara untuk mendapatkan waktu baku adalah sebagai berikut.
a.       Hitung waktu siklus, yang tidak lain adalah waktu penyelesaian rata-rata selama pengukuran :






b.   Hitung waktu normal dengan :
Wn = Ws × p
p adalah faktor penyesuaian
c.       Hitung waktu baku
Wb = Wn (1+L)
L adalah kelonggaran yang diberikan kepada pekerjauntuk menyelesaikan pekerjaannya disamping waktu normal.